Selasa, 25 Mei 2010

Menguji Keikhlasan Niat

Ikhlas, melakukan segala sesuatu dengan niat hanya untuk Allah. Tentu hal ini sulit bagi sebagian kita. Selalu saja ada godaan melakukan sesuatu karena pamrih dengan yang lain. Mempelajari tentang makna kata ikhlas menjadi awal pemahaman yang semoga dapat membantu kita bisa mengamalkannya.

Secara bahasa,ikhlas berasal dari kata khalasha yang berarti bersih/murni. Sedangkan niat berarti al qashdu,artinya maksud atau tujuan. Ikhlassunniyah berarti membersihkan maksud dan motivasi kepada Allah dari maksud dan niat lain. Hanya mengkhususkan Allah azza wa jalla sebagai tujuan dalam berbuat.Allah telah memerintahkan kita untuk ikhlas dalam beramal dan beribadah kepadaNya seperti yang tercantum dalam Q.S. Al Bayyinah;5 dan Q.S. Al A’raaf;110

Pentingnya Ikhlas
-Merupakan ruhnya amal,karena seperti badan yang tidak ada ruhnya,maka tanpa ikhlas amal,sebagus apapun tidak ada artinya.
-Salah satu syarat diterimanya amal
“Allah azza wa jalla tidak menerima amal kecuali apabila dilaksanakan dengan ikhlas dalam mencari keridhaanNya semata” (HR. Abu Daud dan Nasa’i)
-Ikhlas dalam berniat haruslah sesuai dengan syariat Islam (Al Quran dan Sunnah)
-Penentu nilai/kualitas suatu amal (Q.S.An NIsaa;125)
-Mendatangkan berkah dan pahala dari Allah (Q.S.Al Baqarah;262 dan Q.S.An Nisaa;145-146)

Beberapa unsur dalam membentuk ikhlas:
1.Orang yang mukhlis harus memperhatikan pandangan khaliq,bukan pandangan makhluk.Sebab sedikitpun mereka tidak ada artinya bagi Allah.

2.Apa yang lahir pada diri orang yang mukhlis harus sinkron dengan batinnya,yang tampak dengan yang tersembunyi. Sary as Saqthy berkata,”Barangsiapa berhias dimata manusia dengan sesuatu yang tidak selayaknya,maka dia menjadi hina dimata Allah”

3.Menganggap sama antara pujian dan celaan manusia. Engkau tidak lepas dari celaan manusia walaupun engkau terpuji disisi Allah.Begitu pula sebaliknya.

4.Tidak boleh memandang ikhlasnya,sehingga ia takjub kepada diri sendiri,sehingga ketakjubannya itu justru merusak dirinya. Maka dari itu,orang-orang arif menegaskan untuk tidak melihat amal diri sendiri. Sehingga Abu Ayyub As Susy berkata “Selagi mereka melihat ikhlasnya sudah cukup,berarti ikhlas mereka itu masih membutuhkan ikhlas lagi”

5.Melupakan tuntutan pahala amal di akhirat.
Sebab orang yang mukhlis tidak merasa aman terhadap amalnya,yang bisa saja dicampuri bagian untuk dirinya.Menurut pandangan orang mukhlis,amal yang dikerjakannya itu tidak layak dimintai suatu balasan dan ia melihat pahala sebagai suatu kebaikan Allah SWT terhadap dirinya. Nabi SAW bersabda,”Sekali kali amal seorang diantara kalian tidak akan mampu memasukkannya kedalam surga.” Mereka bertanya “Tidak pula engkau wahai Rasulullah?” Beliau menjawab “TIdak pula aku,kecuali Allah melimpahkan rahmatNya kepadaku” (HR. Muttafaqun ‘alaih.)

6.Takut penyusupan riya dan hawa nafsu kedalam jiwa,sementara dia tidak menyadarinya.Sebab syetan itu mempunyai saluran yang terselubung dan ruwet,yang bisa dijadikan jalan untuk menyusup kedalam jiwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar